Materi Pembelajaran 12
Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan mampu:
- Mendefinisikan
dan menjelaskan konsep Konsumsi Berkelanjutan (Sustainable Consumption)
menurut UNEP.
- Menganalisis
hubungan antara Konsumsi Berkelanjutan, Produksi Berkelanjutan,
dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 12.
- Mengidentifikasi
dan membandingkan dampak lingkungan dari pola konsumsi utama (limbah
makanan, fast fashion, pergantian gawai) di negara maju dan negara
berkembang.
- Menganalisis
berbagai intervensi dan studi kasus (misalnya, Zero Waste Lifestyle,
Meatless Monday, Refill Station) dan mengevaluasi
efektivitasnya dalam mempromosikan konsumsi hijau.
Rangkuman
Modul ini membahas Konsumsi Berkelanjutan sebagai pilar
penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan global, terutama di bawah
kerangka SDG 12. Pembahasan dimulai dengan mendefinisikan konsep inti
dan hubungannya yang tidak terpisahkan dengan Produksi Berkelanjutan. Bagian
selanjutnya menyajikan data empiris mengenai dampak pola konsumsi saat ini
(terutama yang berlebihan) terhadap emisi gas rumah kaca, penggunaan air, dan
akumulasi limbah. Perbedaan pola konsumsi antara negara maju dan negara
berkembang disorot untuk menunjukkan isu keadilan lingkungan. Modul diakhiri
dengan mengeksplorasi intervensi dan studi kasus praktis yang menunjukkan
cara-cara nyata dalam mengubah perilaku konsumen menuju praktik yang lebih
hijau.
Kata Kunci
- Sustainable
Consumption (Konsumsi Berkelanjutan)
- Sustainable
Production (Produksi Berkelanjutan)
- SDG 12
(Responsible Consumption and Production)
- Green
Consumerism (Konsumerisme Hijau)
- Life
Cycle Assessment (Penilaian Siklus Hidup)
- Circular
Economy (Ekonomi Sirkular)
- Food
Waste (Limbah Makanan)
- Fast
Fashion
1. Sustainable Consumption (Konsumsi Berkelanjutan)
1.1 Definisi UNEP dan Konsep Dasar
Definisi Sustainable Consumption and Production (SCP)
yang paling sering dikutip berasal dari United Nations Environment Programme
(UNEP):
Konsumsi Berkelanjutan adalah "penggunaan layanan
dan produk terkait yang memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas
hidup, sambil meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan beracun, dan
emisi polutan selama siklus hidup layanan atau produk, sehingga tidak membahayakan
kebutuhan generasi mendatang."
Poin penting dari definisi ini adalah fokus pada pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup, bukan sekadar pengurangan
konsumsi secara absolut, tetapi mengubah cara kita mengonsumsi.
1.2 Hubungan dengan Sustainable Production dan SDG 12
A. Sustainable Production (Produksi Berkelanjutan)
Konsumsi Berkelanjutan (demand side) tidak dapat
dipisahkan dari Produksi Berkelanjutan (supply side). Keduanya
membentuk siklus yang saling menguatkan, dikenal sebagai Sustainable
Consumption and Production (SCP).
- Produksi
Berkelanjutan berfokus pada: efisiensi sumber daya (energi, air, bahan
baku), minimalisasi limbah dan polusi, dan desain produk yang lebih ramah
lingkungan (eco-design).
- Konsumsi
Berkelanjutan berfokus pada: permintaan pasar terhadap produk yang
lebih ramah lingkungan, pemilihan produk yang bertahan lama, minimalisasi
limbah pasca-konsumsi, dan sharing atau reuse produk.
B. SDG 12: Responsible Consumption and Production
SCP adalah inti dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goal) ke-12: "Responsible Consumption and
Production" (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
SDG 12 memiliki target spesifik, antara lain:
- Menerapkan
Kerangka Program 10 Tahun tentang SCP (Target 12.1).
- Mencapai
pengelolaan bahan kimia dan semua limbah secara ramah lingkungan (Target
12.4).
- Mengurangi
secara signifikan pembentukan limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur
ulang, dan penggunaan kembali (Target 12.5).
- Mendorong
perusahaan untuk mengadopsi praktik berkelanjutan dan mengintegrasikan
informasi keberlanjutan ke dalam siklus pelaporan mereka (Target 12.6).
2. Dampak Konsumsi dan Perbedaan Pola
Pola konsumsi global saat ini jauh dari berkelanjutan,
menghasilkan dampak signifikan terhadap lingkungan.
2.1 Dampak Utama Konsumsi (Emisi, Air, Limbah)
|
Sektor
Konsumsi |
Dampak
Lingkungan |
Data
Kunci (Global/Rata-rata) |
|
Limbah
Makanan (Food Waste) |
Emisi: Makanan yang terbuang dan membusuk
di TPA menghasilkan metana (CH4), gas rumah kaca yang 25 kali lebih
kuat dari CO2. |
Sekitar sepertiga
dari seluruh makanan yang diproduksi (1,3 miliar ton) hilang atau terbuang.
Jika limbah makanan adalah sebuah negara, ia akan menjadi penghasil emisi CO2
terbesar ketiga setelah AS dan Tiongkok. |
|
Fast
Fashion |
Air: Produksi kapas dan pencelupan
tekstil membutuhkan air yang sangat besar (misalnya, satu kaus kapas
membutuhkan $2.700$ liter air, setara dengan minum 3 tahun). |
Industri fashion
bertanggung jawab atas sekitar 10% dari emisi karbon global dan
mengeringkan sumber air. |
|
Gadget
Turnover (Pergantian Gawai) |
Limbah: Mempercepat aliran Limbah
Elektronik (e-waste), yang mengandung bahan beracun (misal:
timbal, kadmium, merkuri) dan membutuhkan energi besar untuk penambangan
bahan baku (logam langka). |
E-waste adalah aliran limbah dengan
pertumbuhan tercepat di dunia. Hanya sekitar 20% e-waste yang
didaur ulang secara formal. |
2.2 Pola Konsumsi Negara Maju vs. Negara Berkembang
Negara Maju (OECD, dsb.)
- Pola
Konsumsi: Konsumsi berlebihan (overconsumption) yang
didorong oleh kemewahan, penggantian produk yang cepat (obsolescence),
dan skala besar dari makanan olahan.
- Dampak
Utama: Jejak karbon per kapita sangat tinggi, tingkat e-waste
per kapita tinggi, dan impor sumber daya dari negara lain (burden
shifting).
- Intervensi
yang Relevan: Kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR),
pajak karbon, dan promosi sharing economy.
Negara Berkembang (Global South)
- Pola
Konsumsi: Saat ini didominasi oleh konsumsi untuk kebutuhan dasar,
namun transisi cepat menuju gaya hidup berbasis konsumsi ala negara maju (rising
middle class).
- Dampak
Utama: Manajemen limbah yang buruk dan polusi lokal yang parah akibat
produksi massal (misal: pabrik tekstil, polusi air), serta potensi
kenaikan emisi yang cepat seiring pertumbuhan ekonomi.
- Intervensi
yang Relevan: Investasi dalam infrastruktur daur ulang dan energi
bersih, serta promosi model konsumsi lokal dan tradisional yang sudah
berkelanjutan.
3. Intervensi untuk Konsumsi Hijau
Intervensi yang efektif beroperasi pada tiga tingkat: Kebijakan/Struktural,
Pasar/Perusahaan, dan Perilaku/Individu.
3.1 Studi Kasus dan Efektivitasnya
|
Studi Kasus (Tingkat Individu/Komunitas) |
Deskripsi Praktik |
Efektivitas dalam Mengubah Pola Konsumsi |
|
Zero Waste Lifestyle |
Berusaha mengirimkan sesedikit mungkin sampah ke TPA dengan
menerapkan 5R: Refuse, Reduce, Reuse, Rot (Compost), Recycle. |
Tinggi pada Individu: Secara drastis mengurangi
limbah rumah tangga, meningkatkan kesadaran akan siklus hidup produk, dan
menuntut produk dengan kemasan minimal. |
|
Meatless Monday |
Komitmen untuk tidak mengonsumsi daging (terutama daging
merah) pada hari Senin atau satu hari dalam seminggu. |
Sedang-Tinggi: Mengurangi permintaan akan
daging, yang merupakan penyumbang emisi dan penggunaan air terbesar dari
pangan. Ini adalah perubahan perilaku kecil yang mudah dipertahankan dan
dapat diperluas. |
|
Refill Station Practice |
Model bisnis atau praktik di mana konsumen membawa wadah
sendiri untuk diisi ulang dengan produk sehari-hari (sabun, deterjen, makanan
kering). |
Tinggi pada Kemasan: Secara langsung menargetkan
masalah limbah plastik single-use. Membutuhkan perubahan infrastruktur
toko dan effort ekstra dari konsumen, tetapi menawarkan keuntungan
biaya. |
3.2 Intervensi Struktural
Perubahan pola konsumsi yang masif membutuhkan dukungan dari
sistem:
- Pajak
dan Subsidi: Menerapkan pajak pada produk yang memiliki jejak
karbon/limbah tinggi (polluter pays) dan memberikan subsidi pada
produk/teknologi hijau.
- Infrastruktur:
Menyediakan infrastruktur yang memadai (misal: sistem daur ulang yang
efisien, akses mudah ke transportasi publik, dan refill station).
- Edukasi
dan Pelabelan: Kampanye kesadaran publik yang efektif dan pelabelan
produk yang jelas mengenai dampak lingkungan (eco-labels).
4.
Kesimpulan
Modul Sustainable Consumption ini menegaskan bahwa
pola konsumsi global saat ini, didorong oleh konsumsi berlebihan di negara maju
dan pertumbuhan cepat di negara berkembang, tidak berkelanjutan dan menjadi pendorong
utama krisis lingkungan global, terutama dalam konteks emisi, penggunaan air,
dan akumulasi limbah (misalnya, food waste dan fast fashion).
Konsumsi Berkelanjutan, sebagaimana didefinisikan oleh UNEP,
bukan hanya tentang mengonsumsi lebih sedikit, tetapi mengubah cara kita
mengonsumsi dan menuntut produk/layanan yang bertanggung jawab, yang sejalan
sepenuhnya dengan SDG 12.
Pencapaian Konsumsi Berkelanjutan memerlukan pendekatan
ganda:
- Perubahan
Perilaku Individu: Praktik seperti Zero Waste Lifestyle dan Meatless
Monday menunjukkan bahwa inisiatif di tingkat individu dan komunitas
sangat efektif dalam mengurangi jejak karbon dan limbah secara langsung.
- Intervensi
Struktural: Perubahan sistemik (misalnya, kebijakan EPR, infrastruktur
daur ulang, pajak produk tinggi karbon) diperlukan untuk membuat pilihan
berkelanjutan menjadi mudah, terjangkau, dan menjadi pilihan default.
Transisi menuju Ekonomi Sirkular yang didukung oleh Konsumsi
Berkelanjutan adalah jalan satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang. Modul ini menjadi
seruan untuk memahami, menganalisis, dan bertindak secara kolektif menuju masa
depan konsumsi yang lebih bertanggung jawab.
Daftar Pustaka
10 Jurnal Internasional Terkini
- Geissdoerfer,
M., Savaget, P., Evans, S., & Bocken, N. M. P. (2017). The Circular
Economy – A new sustainability paradigm?. Journal of Cleaner Production,
$143$, 757-768.
- Wilkinson,
J., & Bleda, M. (2020). Sustainable consumption and the role of
consumers in the transition towards a circular economy. Cleaner
Environmental Systems, $1$, 100001.
- Tukker,
A., Hekkert, M., & van Engelen, J. (2006). Environmental impacts of
products and services: An input-output analysis for the Netherlands. Journal
of Industrial Ecology, $10$(3), 11-28.
- Garcia-Herrero,
S., & Alcantara, V. (2020). The relationship between climate change
and consumption patterns: A review of the empirical literature. Energy
Research & Social Science, $69$, 101569.
- Kaza,
S., Yao, L., Bhada-Tata, P., & Van Woerden, F. (2018). What a Waste
2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050. World Bank
Group. (Meskipun laporan, sering diperlakukan sebagai referensi akademik
utama).
- Hertwich,
E. G., & Peters, G. P. (2009). Carbon footprint of nations: a global,
trade-linked analysis. Environmental Science & Technology,
$43$(16), 6414-6420.
- Niinimäki,
K., Peters, G., Dahlbo, H., Perry, P., Salmenperä, T., & Siems, H.
(2020). The environmental price of fast fashion. Nature Reviews Earth
& Environment, $1$(4), 189-200.
- Garnett,
T. (2011). Where are the best opportunities for reducing greenhouse gas
emissions in the food system (including the consumer perspective)? Food
Policy, $36$, S23-S32.
- Mont,
O., & Tukker, A. (2006). Sustainable consumption and the historical
development of product service systems. Journal of Cleaner
Production, $14$(17), 1538-1547.
- O’Neill,
D. W., Fanning, A. L., Lamb, W. F., & Steinberger, J. K. (2018). A
good life for all planet: An empirical investigation of human needs and
planetary boundaries. Nature Sustainability, $1$(2), 88-95.
5 Text Book (Buku Teks)
- Jackson,
T. (2017). Prosperity Without Growth: Foundations for the Economy of
Tomorrow. Routledge. (Klasik tentang hubungan pertumbuhan dan
lingkungan).
- Princen,
T. (2005). The Culture of Consumption: Saturated Markets and
Environmental Degradation. MIT Press.
- Hawken,
P., Lovins, A., & Lovins, L. H. (2008). Natural Capitalism:
Creating the Next Industrial Revolution. Little, Brown Book Group.
- Daly,
H. E. (2014). Beyond Growth: The Economics of Sustainable Development.
Beacon Press.
- UNEP.
(2016). Global Outlook on Sustainable Consumption and Production.
United Nations Environment Programme. (Buku sumber resmi PBB untuk SCP).
Glosari (Glosarium)
|
Istilah |
Definisi |
|
Sustainable Consumption |
Penggunaan produk dan layanan yang memenuhi kebutuhan dasar
sambil meminimalkan dampak lingkungan. |
|
SDG 12 |
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-12: Memastikan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. |
|
Extended Producer Responsibility (EPR) |
Kebijakan yang mewajibkan produsen untuk bertanggung jawab
atas keseluruhan siklus hidup produk mereka, termasuk penarikan dan daur
ulang pasca-konsumsi. |
|
Circular Economy |
Model ekonomi yang bertujuan untuk mempertahankan produk,
komponen, dan bahan baku pada tingkat utilitas dan nilai tertinggi setiap
saat, berlawanan dengan model linear (ambil-buat-buang). |
|
Metana (CH4) |
Gas rumah kaca yang kuat, dilepaskan dari pembusukan bahan
organik (seperti limbah makanan) di lingkungan anaerobik (seperti TPA). |
|
Greenwashing |
Praktik menyesatkan yang dilakukan perusahaan untuk membuat
produk, kebijakan, atau operasi mereka tampak lebih ramah lingkungan daripada
kenyataannya. |
|
Obsolescence |
Kondisi di mana suatu produk menjadi usang atau tidak dapat
digunakan lagi. Terdapat dua jenis: technical obsolescence (kerusakan)
dan planned obsolescence (disengaja oleh produsen). |
|
Life Cycle Assessment (LCA) |
Metodologi untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang
terkait dengan semua tahapan kehidupan produk atau layanan. |
20 Hashtag
- #SustainableConsumption
- #SDG12
- #ResponsibleConsumption
- #KonsumsiBerkelanjutan
- #EcoFriendlyLiving
- #CircularEconomy
- #ZeroWaste
- #GreenLiving
- #FastFashionFails
- #FoodWasteSolution
- #ClimateAction
- #ProduksiBerkelanjutan
- #RefuseReduceReuse
- #EthicalConsumerism
- #JejakKarbon
- #GreenConsumer
- #EarthOvershoot
- #MeatlessMonday
- #SlowFashion
- #EPR
10 Pertanyaan Pemantik (Diskusi Awal/Pemanasan)
- Menurut
Anda, apakah konsumsi berlebihan di negara-negara maju membenarkan
konsumsi yang kurang bertanggung jawab di negara-negara berkembang?
- Apa
dampak paling nyata dari limbah plastik single-use yang Anda lihat
di lingkungan sekitar?
- Apakah
Anda lebih mengutamakan harga atau dampak lingkungan saat membeli produk
sehari-hari? Mengapa?
- Seberapa
realistiskah konsep Zero Waste diterapkan dalam kehidupan perkotaan
yang serba cepat?
- Apakah
perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas daur ulang produk mereka
(EPR)?
- Bagaimana
peran influencer dan media sosial dalam mendorong pola konsumsi
yang berkelanjutan atau tidak berkelanjutan?
- Apa
yang membuat sulit untuk berpartisipasi dalam program seperti Meatless
Monday?
- Jika
semua produk memiliki label dampak lingkungan yang jelas, apakah itu akan
mengubah kebiasaan belanja Anda?
- Bagaimana
kita bisa memastikan bahwa sustainable living dapat diakses oleh
semua lapisan ekonomi?
- Dalam
10 tahun ke depan, perubahan konsumsi apa yang Anda harap menjadi norma?
10 Pertanyaan (Evaluasi/Ujian)
- Jelaskan
definisi Konsumsi Berkelanjutan menurut UNEP dan identifikasi tiga elemen
kuncinya.
- Bagaimana
Konsumsi Berkelanjutan (demand side) dan Produksi Berkelanjutan (supply
side) saling terkait dalam mencapai SDG 12?
- Sebutkan
tiga target spesifik dari SDG 12 yang relevan dengan pengelolaan limbah.
- Jelaskan
perbedaan dampak lingkungan (terhadap emisi dan air) antara sektor Fast
Fashion dan Food Waste.
- Bandingkan
pola konsumsi dominan di negara maju dan negara berkembang, sertakan satu
contoh dampak lingkungan spesifik untuk masing-masing.
- Jelaskan
konsep Extended Producer Responsibility (EPR) dan mengapa ini
penting dalam kerangka Circular Economy.
- Diskusikan
efektivitas dari studi kasus Refill Station Practice dalam
mengurangi limbah kemasan.
- Definisikan
dan berikan contoh Greenwashing dalam konteks konsumsi.
- Mengapa
pergantian gawai yang cepat berkontribusi pada aliran limbah yang paling
cepat pertumbuhannya di dunia?
- Berikan
tiga contoh intervensi kebijakan struktural yang dapat mendorong adopsi
Konsumsi Berkelanjutan.

Reza Aldiansyah (A02)
ReplyDelete10 jawaban soal pemantik
1. Tidak, setiap negara tetap harus bertanggung jawab atas pola konsumsinya.
2. Sampah plastik di selokan/sungai yang menyebabkan banjir dan pencemaran.
3. Biasanya harga lebih diutamakan, tapi dampak lingkungan tetap dipertimbangkan.
4. Sulit, tapi bisa dilakukan sebagian (reduce & reuse).
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab lewat EPR.
6. Influencer bisa mendorong atau memperburuk pola konsumsi tergantung kontennya.
7. Karena kebiasaan makan, pilihan makanan terbatas, dan kurang motivasi.
8. Ya, label dampak lingkungan kemungkinan besar mengubah pilihan belanja.
9. Dengan harga terjangkau, edukasi, dan dukungan pemerintah.
10. Lebih banyak orang mengurangi plastik, makan lebih sehat, dan memilih produk ramah lingkungan.
10 jawaban soal evaluasi
1. UNEP: Konsumsi berkelanjutan adalah penggunaan barang/jasa yang meminimalkan dampak lingkungan. Tiga elemen: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, pola konsumsi bertanggung jawab.
2. Konsumsi berkelanjutan menurunkan permintaan produk tidak ramah lingkungan, sementara produksi berkelanjutan menyediakan pilihan yang rendah dampak; keduanya saling melengkapi untuk mencapai SDG 12.
3. Target SDG 12 terkait limbah: 12.3 pengurangan food waste, 12.4 pengelolaan bahan kimia/limbah berbahaya, 12.5 pengurangan produksi limbah melalui 3R.
4. Fast fashion: emisi tinggi & banyak memakai air. Food waste: menghasilkan metana dan membuang air/energi yang dipakai untuk memproduksi makanan.
5. Negara maju: konsumsi tinggi → lebih banyak emisi CO₂. Negara berkembang: konsumsi tumbuh cepat → sampah plastik perkotaan meningkat.
6. EPR: Produsen bertanggung jawab atas produk hingga akhir masa pakainya; penting untuk circular economy karena mendorong desain yang mudah didaur ulang dan mengurangi limbah.
7. Refill Station efektif karena mengurangi kemasan sekali pakai, tapi butuh akses, harga terjangkau, dan kebiasaan konsumen.
8. Greenwashing: klaim palsu/berlebihan tentang ramah lingkungan. Contoh: produk berlabel “eco-friendly” tanpa bukti.
9. Pergantian gawai cepat meningkatkan e-waste, jenis limbah yang pertumbuhannya paling cepat karena siklus produk pendek dan sulit didaur ulang.
10. Contoh intervensi: insentif pajak produk ramah lingkungan, regulasi EPR, pelabelan dampak lingkungan wajib.
This comment has been removed by the author.
DeleteMuhammad Adjie Nugroho
ReplyDelete41624010020
A16
10 Pertanyaan Pemantik
1.Tingginya konsumsi di negara maju tidak bisa dijadikan alasan bagi negara berkembang untuk memakai produk secara sembarangan, karena setiap negara tetap harus menjaga lingkungan.
2.Dampak yang paling terlihat dari plastik sekali pakai adalah sampah yang menumpuk, saluran air yang tersumbat, serta pencemaran sungai dan pantai.
3.Banyak orang memilih harga murah karena keterbatasan uang, tetapi seharusnya faktor lingkungan juga diperhitungkan agar tidak merusak masa depan.
4.Zero Waste bisa diterapkan sebagian, tetapi sulit dilakukan sepenuhnya di kota besar yang serba cepat dan minim fasilitas pendukung.
5.Perusahaan memang perlu bertanggung jawab atas daur ulang produknya (EPR), karena mereka yang memutuskan bentuk dan bahan kemasan.
6.Influencer dan media sosial dapat memengaruhi cara orang membeli dan bisa mendorong gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
7.Program seperti Meatless Monday sulit diikuti karena pilihan menu terbatas, harga alternatif lebih mahal, dan kebiasaan makan sudah mendarah daging.
8.Jika produk memiliki label dampak lingkungan yang mudah dipahami, banyak konsumen kemungkinan akan berubah cara belanjanya.
9.Agar gaya hidup berkelanjutan bisa diakses semua orang, harus ada edukasi, harga yang terjangkau, dan fasilitas pendukung dari pemerintah.
10.Dalam 10 tahun ke depan diharapkan kebiasaan umum masyarakat beralih ke energi bersih, penggunaan barang tahan lama, dan minim plastik sekali pakai.
10 Pertanyaan (Evaluasi/Ujian)
1.UNEP menyatakan bahwa konsumsi berkelanjutan berarti memakai barang/jasa sesuai kebutuhan tanpa merusak kesempatan generasi berikutnya. Unsur pentingnya: penggunaan sumber daya yang efisien, pengurangan limbah, dan memilih produk yang lebih ramah lingkungan.
2.Konsumsi berkelanjutan mendorong masyarakat membeli produk yang lebih baik bagi lingkungan, sementara produksi berkelanjutan berfokus pada proses pembuatannya. Keduanya bekerja bersama untuk mencapai target SDG 12.
3.Tiga target SDG 12 terkait limbah: mengurangi makanan terbuang, mengelola bahan kimia dan limbah berbahaya dengan aman, serta meningkatkan kegiatan daur ulang.
4.Fast fashion menciptakan banyak polusi dan menggunakan air dalam jumlah besar. Food waste menghasilkan gas metana dan menghabiskan sumber daya air dari produksi makanan yang akhirnya terbuang.
5.Negara maju biasanya mengonsumsi berlebih seperti pakaian cepat pakai, yang berdampak besar pada emisi. Negara berkembang sering memakai produk murah yang cepat rusak, menghasilkan lebih banyak sampah.
6.EPR adalah aturan yang mewajibkan produsen mengurus kembali produk atau kemasan setelah dipakai. Ini penting untuk ekonomi sirkular karena mendorong produsen membuat desain yang mudah didaur ulang.
7.Refill station terbukti membantu mengurangi sampah karena konsumen bisa mengisi ulang tanpa membeli kemasan baru.
8.Greenwashing adalah praktik perusahaan yang mengaku produknya ramah lingkungan padahal tidak benar. Misalnya memakai label “hijau” tanpa bukti.
9.Pergantian gadget yang terlalu cepat membuat limbah elektronik semakin banyak karena perangkat sulit didaur ulang dan sering diganti sebelum waktunya.
10.Tiga contoh kebijakan yang bisa mendukung konsumsi berkelanjutan: memberi insentif untuk produk ramah lingkungan, membatasi plastik sekali pakai, serta memperketat aturan EPR.
Nama : Ardhayya Muhammad Shiddiq
ReplyDeleteNim : 41624010017
Kode : A14
Pertanyaan Pemantik :
1. Konsumsi negara maju
Konsumsi berlebihan negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang. Semua negara wajib memperbaiki pola konsumsi.
2. Dampak plastik single-use
Sampah menyumbat selokan, menyebabkan banjir, mencemari tanah/air, dan membahayakan hewan.
3. Harga vs dampak lingkungan
Idealnya memilih produk yang seimbang: terjangkau tapi tetap ramah lingkungan.
4. Realistisnya Zero Waste
Bisa diterapkan sebagian, tapi sulit 100% karena sistem kota cepat dan banyak produk masih berkemasan.
5. Tanggung jawab perusahaan (EPR)
Perusahaan sebaiknya bertanggung jawab mengelola dan mendaur ulang produk mereka untuk mengurangi limbah.
6. Peran influencer
Bisa mendorong konsumsi berkelanjutan (edukasi) atau tidak berkelanjutan (promosi barang berlebihan).
7. Hambatan Meatless Monday
Kebiasaan makan, kurangnya pilihan makanan nabati, dan keterbatasan akses membuat sulit ikut program.
8. Label dampak lingkungan
Label jelas kemungkinan membuat orang lebih sadar saat belanja, asalkan mudah dipahami.
9. Akses untuk semua ekonomi
Perlu harga terjangkau, edukasi, insentif pemerintah, dan infrastruktur agar hidup berkelanjutan tidak hanya untuk orang mampu
10. Harapan 10 tahun ke depan
Lebih banyak orang memakai barang tahan lama, mengurangi plastik sekali pakai, dan memilih produk yang ramah lingkungan.
Pertanyaan (Evaluasi/Ujian) :
1. Definisi: Konsumsi Berkelanjutan adalah penggunaan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan manusia dengan meminimalkan penggunaan sumber daya, limbah, dan polusi sepanjang siklus hidup produk.
Tiga elemen kunci:
- Efisiensi sumber daya
- Pengurangan limbah
- Pilihan konsumsi yang bertanggung jawab
2. Keduanya saling mendukung: konsumen memilih produk ramah lingkungan → produsen terdorong membuat produk yang efisien dan bersih. Produksi berkelanjutan menyediakan opsi ramah lingkungan → memudahkan konsumen membuat pilihan yang bertanggung jawab. Keduanya bersama-sama mencapai target SDG 12.
3. - Mengurangi produksi sampah melalui pencegahan, daur ulang, dan penggunaan kembali (12.5).
- Pengelolaan bahan kimia dan limbah yang ramah lingkungan (12.4).
- Mengurangi limbah makanan per kapita (12.3)
4. Fast Fashion: menghasilkan emisi tinggi dari produksi tekstil, penggunaan air besar, dan limbah pakaian yang sulit terurai.
Food Waste: makanan yang terbuang menghasilkan metana saat membusuk dan membuang sumber daya seperti air, energi, dan lahan yang dipakai untuk produksinya.
5. Negara maju: konsumsi tinggi, banyak barang tidak esensial → contoh dampak: limbah elektronik sangat besar.
Negara berkembang: konsumsi lebih rendah tapi tidak efisien → contoh dampak: limbah plastik berserakan karena kurangnya fasilitas pengelolaan limbah.
6. EPR: Produsen bertanggung jawab terhadap produk sampai akhir masa pakainya (termasuk daur ulang).
Penting: mendorong produsen membuat produk yang lebih awet, mudah didaur ulang, dan mengurangi sampah sehingga mendukung sistem ekonomi sirkular.
7. Cukup efektif karena konsumen bisa mengisi ulang produk (sabun, sampo, deterjen) tanpa membeli kemasan baru. Ini mengurangi sampah plastik sekali pakai dan menurunkan konsumsi bahan kemasan.
8. Greenwashing: strategi perusahaan yang mengklaim ramah lingkungan padahal kenyataannya tidak.
Contoh: produk diberi label “eco-friendly” tanpa bukti jelas atau hanya karena memakai sedikit bahan daur ulang.
9. Karena konsumen sering mengganti gawai meski masih berfungsi, sementara daur ulang elektronik terbatas. Hal ini menyebabkan limbah elektronik (e-waste) menjadi aliran limbah paling cepat bertambah di dunia.
10. - Insentif/subsidi untuk produk efisien atau daur ulang.
- Larangan plastik sekali pakai dan standar eco-label.
- Program EPR wajib untuk industri (elektronik, plastik, tekstil).
A03 Bima Ghritrif Aldrajat
ReplyDeleteSoal Pemantik
1. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi yang tidak bertanggung jawab di negara berkembang. Setiap negara tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan, meski tingkat pembangunan mereka berbeda.
2. Dampak paling nyata dari plastik single-use adalah sampah yang menumpuk di selokan dan sungai, menyebabkan banjir serta mencemari lingkungan karena plastik sulit terurai.
3. Saya cenderung mempertimbangkan harga terlebih dahulu, tetapi jika selisihnya tidak jauh, saya memilih produk yang lebih ramah lingkungan. Kombinasi keduanya penting agar tetap terjangkau dan bertanggung jawab.
4. Zero Waste cukup sulit diterapkan di kota besar karena keterbatasan waktu, fasilitas, dan pilihan produk. Namun sebagian konsepnya tetap bisa dilakukan melalui langkah kecil seperti mengurangi plastik sekali pakai.
5. Perusahaan seharusnya bertanggung jawab penuh atau setidaknya besar dalam daur ulang produknya. Ini mendorong mereka membuat desain yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi limbah.
6. Influencer dan media sosial sangat berpengaruh karena dapat mempopulerkan gaya hidup hijau atau justru mendorong konsumsi berlebihan. Dampaknya tergantung pesan yang mereka sebarkan.
7. Meatless Monday sulit diikuti karena kebiasaan makan, keterbatasan pilihan makanan plant-based, dan anggapan bahwa menu tanpa daging kurang mengenyangkan atau kurang menarik.
8. Label dampak lingkungan yang jelas kemungkinan besar akan mempengaruhi pilihan belanja, karena konsumen bisa melihat mana produk yang lebih baik bagi lingkungan.
9. Sustainable living harus dibuat terjangkau, didukung kebijakan pemerintah, dan memiliki fasilitas yang memadai. Edukasi juga penting agar semua kelompok ekonomi bisa berpartisipasi.
10. Saya berharap penggunaan ulang (reuse), pengurangan plastik sekali pakai, dan pembelian produk lokal menjadi kebiasaan umum. Perubahan kecil ini bisa memberi dampak besar bagi lingkungan dalam jangka panjang.
Soal Evaluasi
1. UNEP mendefinisikan konsumsi berkelanjutan sebagai penggunaan barang/jasa yang memenuhi kebutuhan sambil meminimalkan dampak lingkungan. Tiga elemennya: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan pendekatan siklus hidup.
2. Konsumsi berkelanjutan mendorong permintaan produk ramah lingkungan, sementara produksi berkelanjutan menyediakan pilihan tersebut. Keduanya harus selaras agar SDG 12 tercapai.
3. Tiga target SDG 12 terkait limbah: 12.3 (mengurangi food waste), 12.4 (pengelolaan limbah berbahaya), dan 12.5 (pengurangan limbah melalui recycle/reuse).
4. Fast fashion menghasilkan emisi dan polusi air dari produksi tekstil, sedangkan food waste menghasilkan metana dan membuang air yang digunakan dalam produksi pangan.
5. Negara maju cenderung konsumtif dan menghasilkan limbah tekstil besar, sedangkan negara berkembang menghadapi pencemaran akibat pengelolaan sampah yang kurang memadai.
6. EPR mewajibkan produsen bertanggung jawab atas limbah produk. Ini penting untuk circular economy karena mendorong desain yang lebih mudah didaur ulang.
7. Refill station dapat mengurangi kemasan sekali pakai, tetapi efektivitasnya bergantung pada akses, harga, dan kebiasaan konsumen.
8. Greenwashing adalah klaim palsu tentang ramah lingkungan. Contoh: produk diberi label “eco” padahal praktiknya tidak berkelanjutan.
9. Pergantian gawai cepat mempercepat pertumbuhan e-waste karena produk cepat usang dan sulit diperbaiki.
10. Tiga kebijakan pendukung: standar eco-design, insentif/pajak lingkungan, dan pelabelan dampak lingkungan pada produk.
Ibnu Sabil (A01)
ReplyDeleteA. Jawaban Pertanyaan Pemantik
1. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang; semua negara tetap punya tanggung jawab lingkungan.
2. Dampak plastik sekali pakai yang paling terlihat adalah sampah menumpuk, saluran air tersumbat, dan hewan yang memakan plastik.
3. Banyak orang lebih memilih harga karena lebih terjangkau, meski sebagian mulai mempertimbangkan dampak lingkungan jika opsinya jelas.
4. Zero Waste mungkin diterapkan sebagian, tetapi sulit sepenuhnya tanpa dukungan fasilitas dan kebiasaan masyarakat.
5. Perusahaan seharusnya ikut bertanggung jawab atas daur ulang karena merekalah yang memproduksi barang tersebut.
6. Influencer dan media sosial sangat berpengaruh, bisa memicu konsumsi berlebih atau mendorong gaya hidup berkelanjutan.
7. Meatless Monday sulit dijalankan karena kebiasaan makan dan kurangnya alternatif yang cocok bagi banyak orang.
8. Label dampak lingkungan kemungkinan besar mengubah pilihan belanja, meskipun harga tetap faktor utama.
9. Sustainable living bisa diakses semua orang jika ada edukasi, insentif, dan harga yang lebih terjangkau.
10. Dalam sepuluh tahun, diharapkan penggunaan ulang dan isi ulang menjadi kebiasaan umum, dan produk lebih tahan lama menjadi standar.
B. Jawaban Evaluasi/Ujian
1. Menurut UNEP, konsumsi berkelanjutan adalah penggunaan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan tanpa merusak lingkungan. Intinya adalah efisiensi sumber daya, pengurangan dampak, dan pemenuhan kebutuhan secara adil.
2. Konsumen mendorong permintaan produk ramah lingkungan, sementara produsen menyediakan pilihan itu; keduanya bekerja bersama mewujudkan SDG 12.
3. Target SDG 12 terkait limbah meliputi pengurangan food waste, pengelolaan limbah berbahaya, dan efisiensi sumber daya di industri.
4. Fast fashion menghasilkan emisi dan penggunaan air tinggi, sedangkan food waste menghasilkan metana dan membuang sumber daya sepanjang rantai produksi.
5. Negara maju konsumtif dan beremisi tinggi, sedangkan negara berkembang menghadapi penumpukan limbah karena urbanisasi dan fasilitas yang terbatas.
6. EPR menempatkan tanggung jawab akhir produk pada produsen, sehingga mereka terdorong membuat produk yang mudah diperbaiki atau didaur ulang.
7. Refill station mengurangi sampah kemasan dan efektif bila mudah dijangkau serta harganya terjangkau.
8. Greenwashing adalah klaim palsu tentang ke-ramah-lingkungan-an produk, misalnya label “eco” tanpa bukti.
9. Pergantian gawai cepat menambah e-waste karena umur pakai pendek dan sulit diperbaiki.
10. Kebijakan yang mendukung konsumsi berkelanjutan mencakup insentif produk hijau, penerapan EPR, dan penyediaan infrastruktur daur ulang.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCode: A05 -- Rizki Juni Feraro
ReplyDeleteJawaban Pertanyaan Pemantik
1. Tidak. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak bisa dijadikan alasan untuk konsumsi yang tidak bertanggung jawab di negara berkembang. Keduanya tetap harus menjaga keberlanjutan.
2. Sampah plastik kemasan makanan/minuman yang menumpuk di selokan, sungai, dan area publik—mudah terlihat dan paling sering mencemari.
3. Kombinasi, tapi banyak orang cenderung memilih harga jika anggaran terbatas. Dampak lingkungan jadi pertimbangan kedua.
4. Sulit namun bukan mustahil. Bisa diterapkan sebagian, tetapi gaya hidup kota yang cepat membuat Zero Waste penuh sulit dicapai 100%.
5. Ya, melalui EPR, perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas daur ulang produk mereka, karena mereka yang mendesain dan menjualnya.
6. Influencer dan media sosial sangat berpengaruh, bisa mendorong gaya hidup hijau atau justru konsumsi berlebihan tergantung pesan yang disebarkan.
7. Tantangannya adalah kebiasaan makan, keterbatasan pilihan menu nabati, dan persepsi bahwa makanan tanpa daging kurang mengenyangkan.
8. Ya, label dampak lingkungan dapat membuat orang lebih sadar dan meninjau ulang pilihan belanja mereka.
9. Dengan harga terjangkau, subsidi, edukasi, dan akses mudah ke produk/layanan ramah lingkungan agar tidak hanya untuk kalangan menengah ke atas.
10. Harapannya: pengurangan plastik, konsumsi lokal, penggunaan energi terbarukan, dan produk tahan lama menjadi standar umum.
Jawaban Pertanyaan Evaluasi
1. UNEP – Konsumsi Berkelanjutan:
Penggunaan barang/jasa yang memenuhi kebutuhan tanpa merusak lingkungan sepanjang siklus hidup.
Tiga elemen kunci: efisiensi sumber daya, pendekatan siklus hidup, dan keadilan/akses.
2. Keterkaitan konsumsi & produksi dalam SDG 12:
Permintaan mendorong produsen berubah, dan produksi berkelanjutan menurunkan dampak barang yang dikonsumsi. Keduanya saling memperkuat untuk mencapai konsumsi & produksi bertanggung jawab
3. Tiga target SDG 12 terkait limbah:
12.3: pengurangan food waste.
12.4: pengelolaan bahan kimia & limbah yang aman.
12.5: pengurangan limbah melalui daur ulang & pencegahan.
4. Perbedaan dampak Fast Fashion vs Food Waste:
Fast fashion: emisi tinggi dari produksi tekstil + polusi air dari pewarnaan.
Food waste: emisi metana dari pembusukan + pemborosan jejak air dari produksi makanan.
5. Pola konsumsi negara maju vs berkembang:
Negara Maju: konsumsi tinggi & cepat ganti barang → e-waste tinggi.
Negara Berkembang: konsumsi meningkat & banyak kemasan murah → kebocoran plastik ke sungai/laut.
6. EPR & pentingnya:
Produsen bertanggung jawab atas akhir masa pakai produk.
Penting untuk circular economy karena mendorong desain mudah didaur ulang dan pembiayaan sistem pengumpulan.
7. Efektivitas Refill Station:
Efektif mengurangi kemasan sekali pakai, tetapi tergantung akses, kebiasaan konsumen, dan dukungan aturan. Berhasil bila ada standar, insentif, dan lokasi yang mudah dijangkau.
8. Greenwashing:
Klaim ramah lingkungan yang menyesatkan.
Contoh: label “eco-friendly” tanpa bukti atau sertifikasi.
9. Pergantian gawai cepat → e-waste?
Ya, e-waste adalah aliran limbah yang pertumbuhannya paling cepat di dunia.
10. Tiga kebijakan untuk mendorong konsumsi berkelanjutan:
EPR dan aturan desain produk.
Pajak/subsidi untuk mendorong produk berkelanjutan.
Label dampak lingkungan & pengadaan publik hijau.
Qhobid Casio (A12)
ReplyDelete💡 Pertanyaan Pemantik
1. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang. Kedua pihak wajib menerapkan praktik berkelanjutan.
2. Dampak paling nyata limbah plastik single-use adalah penyumbatan saluran air (menyebabkan banjir) dan pencemaran visual.
3. Mayoritas konsumen mengutamakan harga karena keterbatasan anggaran, meskipun kesadaran lingkungan meningkat. Harga produk berkelanjutan yang tinggi menjadi hambatan.
4. Zero Waste sempurna tidak realistis di perkotaan cepat, tetapi mengadopsi prinsipnya (mengurangi, menggunakan kembali) sangat realistis dan signifikan.
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab penuh melalui Extended Producer Responsibility (EPR). Ini memaksa produsen menanggung biaya limbah mereka dan mendorong eco-design.
6. Influencer mendorong konsumsi tidak berkelanjutan (fast fashion) namun juga efektif mempopulerkan alternatif berkelanjutan (zero waste tips).
7. Kesulitan Meatless Monday meliputi kebiasaan/preferensi budaya dan kurangnya pilihan nabati yang mudah diakses di tempat umum.
8. Ya, label dampak lingkungan yang jelas akan sangat mengubah kebiasaan belanja karena meningkatkan transparansi dan memungkinkan perbandingan yang cepat.
9. Aksesibilitas Sustainable Living dapat ditingkatkan melalui dukungan produk curah/isi ulang, pemberian subsidi, dan regulasi produk tahan lama/mudah diperbaiki.
10. Perubahan norma yang diharapkan adalah peralihan dari kepemilikan ke akses/penggunaan (model layanan berbagi) dan penolakan total terhadap plastik sekali pakai.
📝 Pertanyaan (Evaluasi/Ujian)
1. Definisi UNEP SCP: Penggunaan jasa/produk yang memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup, sambil meminimalkan penggunaan sumber daya, bahan beracun, dan emisi limbah. Tiga elemen kunci: Memenuhi Kebutuhan, Meminimalkan Dampak Lingkungan, Keadilan Intergenerasi.
2. Keterkaitan SDG 12: Produksi Berkelanjutan (supply) menyediakan pilihan yang lebih baik; Konsumsi Berkelanjutan (demand) menciptakan permintaan untuk pilihan tersebut. Keduanya harus bersinergi.
3. Tiga Target SDG 12 terkait Limbah: 12.3 (Mengurangi limbah makanan), 12.4 (Pengelolaan bahan kimia dan limbah ramah lingkungan), 12.5 (Mengurangi limbah melalui pencegahan, daur ulang, dan penggunaan kembali).
4. Dampak Fast Fashion vs. Food Waste:Fast Fashion: Emisi tinggi, Dampak air sangat tinggi (pemakaian air masif, polusi pewarna).Food Waste: Emisi sangat tinggi (CH_4 dari TPA), Kehilangan air virtual.
5. Pola Konsumsi Dominan:Negara Maju: Konsumsi berlebihan (overconsumption). Dampak: Limbah elektronik (e-waste) masif.Negara Berkembang: Pertumbuhan konsumsi cepat. Dampak: Pencemaran plastik laut/sungai masif.
6. Konsep EPR: Tanggung jawab finansial/fisik produsen atas pengelolaan produk setelah dibuang. Penting untuk Circular Economy karena menginternalisasi biaya dan mendorong eco-design.
7. Efektivitas Refill Station: Sangat efektif karena berfokus pada pencegahan limbah di sumber (source reduction) dan mendorong budaya penggunaan kembali (reusable).
8. Definisi Greenwashing: Klaim pemasaran yang menyesatkan/dilebih-lebihkan tentang manfaat lingkungan. Contoh: Fokus pada klaim kecil yang positif (5% bahan daur ulang) sambil mengabaikan dampak negatif inti perusahaan.
9. Penyebab Pertumbuhan e-waste: Obsolesensi Terencana, siklus upgrade yang cepat, dan kandungan gawai yang berbahaya sekaligus berharga dengan tingkat daur ulang rendah.
10. Tiga Intervensi Kebijakan Struktural:Pajak Karbon/Subsidi Hijau.Mandat Right to Repair.Larangan Produk Sekali Pakai.
Muhammad Zhafran Zahran (A15)
ReplyDeleteJawaban 10 Pertanyaan Pemantik
1. Konsumsi berlebihan di negara maju nggak bisa dibenarkan sebagai alasan negara berkembang konsumtif, karena tanggung jawab lingkungan itu universal dan dampaknya dirasakan global.
2. Dampak paling nyata dari plastik single-use adalah penumpukan sampah, tersumbatnya drainase, dan pencemaran sungai yang akhirnya mengganggu hewan dan kualitas lingkungan.
3. Saya cenderung mempertimbangkan harga dan dampak lingkungan secara seimbang, karena keputusan konsumsi idealnya tetap terjangkau namun tidak merusak lingkungan.
4. Konsep Zero Waste cukup sulit diterapkan sepenuhnya di kota besar, tapi realistis dalam skala kecil, seperti mengurangi sampah dan memilih produk reusable.
5. Perusahaan harus bertanggung jawab melalui EPR karena mereka punya kendali terbesar atas desain, material, dan sistem daur ulang produknya.
6. Influencer dan media sosial punya peran besar karena bisa membentuk tren, mengedukasi, dan mempengaruhi pola konsumsi secara cepat dan massal.
7. Tantangannya biasanya soal keterbiasaan, akses produk alternatif, dan harga, sehingga orang sulit konsisten ikut program seperti Meatless Monday.
8. Label dampak lingkungan kemungkinan besar akan mengubah kebiasaan belanja saya, karena memberikan transparansi dan bikin kita lebih sadar dalam memilih produk.
9. Akses sustainable living bisa merata jika ada edukasi, harga produk ramah lingkungan yang terjangkau, dan dukungan kebijakan dari pemerintah maupun industri.
10. Saya berharap konsumsi yang lebih hemat, minim sampah, dan memilih produk lokal menjadi norma dalam 10 tahun ke depan.
Jawaban 10 Pertanyaan Evaluasi/Ujian
1. Menurut UNEP, Konsumsi Berkelanjutan adalah penggunaan sumber daya secara efisien untuk memenuhi kebutuhan tanpa merusak kemampuan generasi mendatang.
Tiga elemen kunci: pengurangan penggunaan sumber daya, efisiensi energi/material, dan minimisasi limbah.
2. Konsumsi Berkelanjutan (demand) dan Produksi Berkelanjutan (supply) saling terkait karena pola konsumsi yang bijak mendorong industri memproduksi secara efisien, sehingga bersama-sama membantu pencapaian SDG 12 mengenai konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
3. Tiga target SDG 12 terkait pengelolaan limbah:
• 12.3: mengurangi Food Waste.
• 12.4: pengelolaan bahan kimia dan limbah secara aman.
• 12.5: mengurangi timbulan sampah melalui reduce, reuse, recycle.
4. Fast Fashion menghasilkan emisi besar dari produksi massal dan penggunaan air yang tinggi, sementara Food Waste memicu emisi metana dari pembusukan dan pemborosan air pada proses produksi bahan pangan.
5. Negara maju cenderung konsumsi berlebih (overconsumption), contohnya limbah elektronik yang tinggi.
Negara berkembang cenderung konsumsi berbasis harga murah, misalnya meningkatnya sampah plastik sekali pakai.
6. EPR adalah kebijakan yang mewajibkan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produknya, termasuk pengumpulan dan daur ulang. Ini penting untuk Circular Economy karena mendorong desain produk yang lebih ramah lingkungan.
7. Refill Station efektif mengurangi limbah kemasan karena mengurangi kebutuhan botol baru, menekan penggunaan plastik sekali pakai, dan mendorong konsumen memakai wadah ulang.
8. Greenwashing adalah praktik perusahaan yang mengklaim produknya ramah lingkungan padahal tidak signifikan. Contoh: label “eco-friendly” tanpa bukti atau sertifikasi jelas.
9. Pergantian gawai cepat menambah e-waste karena perangkat sering diganti sebelum rusak, dan sektor elektronik menjadi salah satu aliran limbah dengan pertumbuhan tercepat di dunia akibat siklus produk yang singkat.
10. Tiga intervensi kebijakan:
• Regulasi EPR dan insentif daur ulang.
• Pajak untuk produk tidak ramah lingkungan.
• Dukungan akses produk hijau yang terjangkau bagi masyarakat.
A
ReplyDelete1. Tidak. Konsumsi berlebihan negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang.
2. Sampah plastik menyumbat selokan, mencemari sungai/pantai, dan merusak pemandangan.
3. Banyak orang lebih pilih harga, tapi idealnya mempertimbangkan lingkungan juga.
4. Zero Waste mungkin, tapi sulit tanpa fasilitas dan kebiasaan yang mendukung.
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab melalui EPR.
6. Influencer bisa mendorong atau menghambat konsumsi berkelanjutan melalui konten mereka.
7. Tantangannya: kebiasaan makan, ketersediaan menu, dan preferensi rasa.
8. Ya, label dampak lingkungan kemungkinan akan mengubah pilihan belanja.
9. Buat terjangkau lewat subsidi, edukasi, dan akses produk ramah lingkungan.
10. Harapan: berkurangnya plastik sekali pakai, lebih banyak refill, dan barang lebih awet.
B
1. Definisi UNEP + 3 elemen
Konsumsi berkelanjutan = memakai barang/jasa dengan mengurangi sumber daya & limbah.
Tiga elemen: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, keadilan akses.
2. Hubungan demand & supply
Konsumen meminta produk hijau → produsen terdorong memproduksi lebih berkelanjutan. Keduanya saling mendukung SDG 12.
3. Tiga target SDG 12 (limbah)
12.3 (kurangi food waste),
12.4 (kelola limbah berbahaya),
12.5 (kurangi limbah lewat reduce–reuse–recycle).
4. Fast Fashion vs Food Waste
Fast fashion: banyak air & polusi kimia.
Food waste: hasilkan metana & buang-buang air/energi produksi.
5. Pola konsumsi
Negara maju: konsumsi tinggi → e-waste & emisi.
Negara berkembang: konsumsi tumbuh cepat → sampah plastik & tekanan lingkungan lokal.
6. EPR
Produsen wajib tanggung jawab atas daur ulang produknya. Penting untuk circular economy.
7. Refill Station
Efektif mengurangi kemasan, tapi butuh akses, kebiasaan, dan standar kebersihan yang baik.
8. Greenwashing
Klaim palsu seolah-olah ramah lingkungan. Contoh: label “eco-friendly” tanpa bukti.
9. Pergantian gawai cepat
Karena tren, fitur baru, dan umur produk pendek → e-waste tumbuh paling cepat.
10. Tiga kebijakan
EPR wajib, pajak plastik/karbon, dan label lingkungan standar.
(A-04) Wahyu Ajie Saputra
ReplyDeletePertanyaan Pemantik
1. Tidak. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang, meskipun ada perbedaan kapasitas dan akses.
2. Dampak paling nyata: sungai/drainase tersumbat, banjir, hewan memakan plastik, dan menumpuknya sampah di TPS.
3. Banyak orang lebih mengutamakan harga, karena faktor ekonomi lebih mendesak meski dampak lingkungan penting.
4. Zero Waste sepenuhnya tidak realistis, tetapi pengurangan sampah (Less Waste) sangat mungkin diterapkan di kota besar.
5. Ya, perusahaan seharusnya bertanggung jawab atas daur ulang produknya melalui EPR, dengan dukungan pemerintah dan konsumen.
6. Influencer dan media sosial memiliki pengaruh besar, dapat mendorong gaya hidup berkelanjutan atau justru konsumsi berlebihan.
7. Kendalanya: kebiasaan makan, kurangnya pilihan menu nabati, persepsi kurang kenyang, dan pengaruh lingkungan sosial.
8. Ya, label dampak lingkungan yang jelas kemungkinan besar mengubah keputusan belanja, terutama bagi konsumen yang sadar lingkungan.
9. Caranya: produk ramah lingkungan harus murah, tersedia, didukung kebijakan, dan didukung infrastruktur publik seperti bank sampah.
10. Perubahan yang diharapkan jadi norma: pengurangan plastik, konsumsi pangan lebih nabati, refill station umum, penggunaan transportasi publik, dan kebiasaan memperbaiki barang.
Pertanyaan (Evaluasi)
1. Konsumsi berkelanjutan menurut UNEP adalah pemenuhan kebutuhan tanpa merusak masa depan. Tiga elemennya: efisiensi sumber daya, kualitas hidup, dan pengurangan dampak lingkungan.
2. Konsumsi dan produksi berkelanjutan saling terkait karena permintaan konsumen memengaruhi desain produksi, dan pilihan produk berkelanjutan dari produsen memudahkan konsumen berubah. Keduanya wajib sejalan untuk SDG 12.
3. Tiga target SDG 12 terkait limbah: pengurangan limbah, pengelolaan limbah berbahaya, dan penerapan praktik berkelanjutan oleh perusahaan.
4. Fast fashion menghasilkan emisi tinggi dan penggunaan air besar; food waste menghasilkan metana dan menyia-nyiakan air produksi pangan.
5. Negara maju konsumtif dan menghasilkan e-waste tinggi; negara berkembang konsumsi lebih dasar tetapi berdampak pada penumpukan sampah dan pencemaran lokal.
6. EPR menuntut produsen bertanggung jawab atas produk hingga akhir masa pakai; penting untuk mendorong desain mudah didaur ulang dalam circular economy.
7. Refill station efektif mengurangi limbah kemasan jika akses mudah dan harga terjangkau.
8. Greenwashing adalah klaim palsu bahwa produk ramah lingkungan, misalnya sekadar memberi label “eco” tanpa bukti.
9. Pergantian gawai cepat membuat e-waste meningkat karena perangkat cepat usang, sulit diperbaiki, dan jarang didaur ulang.
10. Tiga kebijakan yang mendorong konsumsi berkelanjutan: EPR yang kuat, insentif/pajak lingkungan, dan pembangunan infrastruktur daur ulang.
Bagus Didi Wibowo
ReplyDelete41624010016
(A-13)
A
1. Tidak. Konsumsi berlebihan negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang.
2. Sampah plastik menyumbat selokan, mencemari sungai/pantai, dan merusak pemandangan.
3. Banyak orang lebih pilih harga, tapi idealnya mempertimbangkan lingkungan juga.
4. Zero Waste mungkin, tapi sulit tanpa fasilitas dan kebiasaan yang mendukung.
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab melalui EPR.
6. Influencer bisa mendorong atau menghambat konsumsi berkelanjutan melalui konten mereka.
7. Tantangannya: kebiasaan makan, ketersediaan menu, dan preferensi rasa.
8. Ya, label dampak lingkungan kemungkinan akan mengubah pilihan belanja.
9. Buat terjangkau lewat subsidi, edukasi, dan akses produk ramah lingkungan.
10. Harapan: berkurangnya plastik sekali pakai, lebih banyak refill, dan barang lebih awet.
B
1. Definisi UNEP + 3 elemen
Konsumsi berkelanjutan = memakai barang/jasa dengan mengurangi sumber daya & limbah.
Tiga elemen: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, keadilan akses.
2. Hubungan demand & supply
Konsumen meminta produk hijau → produsen terdorong memproduksi lebih berkelanjutan. Keduanya saling mendukung SDG 12.
3. Tiga target SDG 12 (limbah)
12.3 (kurangi food waste),
12.4 (kelola limbah berbahaya),
12.5 (kurangi limbah lewat reduce–reuse–recycle).
4. Fast Fashion vs Food Waste
Fast fashion: banyak air & polusi kimia.
Food waste: hasilkan metana & buang-buang air/energi produksi.
5. Pola konsumsi
Negara maju: konsumsi tinggi → e-waste & emisi.
Negara berkembang: konsumsi tumbuh cepat → sampah plastik & tekanan lingkungan lokal.
6. EPR
Produsen wajib tanggung jawab atas daur ulang produknya. Penting untuk circular economy.
7. Refill Station
Efektif mengurangi kemasan, tapi butuh akses, kebiasaan, dan standar kebersihan yang baik.
8. Greenwashing
Klaim palsu seolah-olah ramah lingkungan. Contoh: label “eco-friendly” tanpa bukti.
9. Pergantian gawai cepat
Karena tren, fitur baru, dan umur produk pendek → e-waste tumbuh paling cepat.
10. Tiga kebijakan
EPR wajib, pajak plastik/karbon, dan label lingkungan standar.
Wisnu Prasetyo Aji
ReplyDelete41624010010
A10
10 jawaban pemantik
1. Tidak, konsumsi berlebihan di negara-negara maju tidak membenarkan konsumsi yang kurang bertanggung jawab di negara-negara berkembang. Setiap negara harus bertanggung jawab atas dampak lingkungan mereka sendiri.
2. Dampak paling nyata dari limbah plastik single-use adalah polusi laut dan kerusakan ekosistem, serta penumpukan sampah plastik di tempat pembuangan akhir.
3. Saya tidak memiliki preferensi pribadi, tapi banyak orang lebih mengutamakan harga karena keterbatasan ekonomi, meskipun mereka sadar akan dampak lingkungan.
4. Konsep Zero Waste sulit diterapkan dalam kehidupan perkotaan yang serba cepat, tapi dapat dimulai dengan langkah-langkah kecil seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas daur ulang produk mereka (EPR) untuk mengurangi limbah dan meningkatkan kesadaran lingkungan.
6. Influencer dan media sosial dapat mempengaruhi pola konsumsi dengan mempromosikan produk berkelanjutan dan gaya hidup ramah lingkungan.
7. Kesulitan berpartisipasi dalam program Meatless Monday mungkin karena kurangnya pengetahuan tentang manfaatnya atau kesulitan mengubah kebiasaan makan.
8. Jika semua produk memiliki label dampak lingkungan, itu akan membantu saya membuat pilihan yang lebih berkelanjutan.
9. Untuk memastikan sustainable living dapat diakses oleh semua, perlu adanya kebijakan yang mendukung, edukasi, dan akses ke produk-produk ramah lingkungan yang terjangkau.
10. Dalam 10 tahun ke depan, saya harap perubahan konsumsi yang menjadi norma adalah penggunaan produk ramah lingkungan, pengurangan limbah plastik, dan peningkatan kesadaran lingkungan.
10 jawaban pertanyaann
1. Definisi Konsumsi Berkelanjutan UNEP: Penggunaan barang/jasa yang memenuhi kebutuhan, meminimalkan sumber daya & dampak lingkungan.
Elemen kunci: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, peningkatan kualitas hidup.
2. Konsumsi & Produksi Berkelanjutan terkait: Konsumsi mendorong Produksi Berkelanjutan dengan meningkatkan permintaan produk ramah lingkungan.
3. Target SDG 12: 12.5 (kurangi limbah), 12.4 (kelola bahan kimia), 12.3 (kurangi food waste).
4. Fast Fashion vs Food Waste: Fast Fashion (emisi, air besar), Food Waste (metana, air/lahan tidak efisien).
5. Pola konsumsi: Maju (konsumsi berlebihan, polusi udara), Berkembang (konsumsi meningkat, polusi laut).
6. EPR: Produsen bertanggung jawab dampak lingkungan produk. Penting untuk Circular Economy.
7. Refill Station: Mengurangi limbah kemasan.
8. Greenwashing: Klaim lingkungan palsu. Contoh: produk "ramah lingkungan" tapi tidak.
9. Pergantian gawai: Limbah elektronik cepat tumbuh.
10. Intervensi kebijakan: pajak karbon, regulasi limbah, insentif produk ramah lingkungan.
Muhammad Rayhan Ibrahimovich 41624010009 A09
ReplyDelete10 PERTANYAAN PEMANTIK — JAWABAN SINGKAT
1. Tidak. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang; konteks sosial-ekonomi berbeda tetapi dampaknya tetap global.
2. Dampak plastik single-use: menyumbat saluran/drainase, mencemari sungai/pantai, dan membahayakan hewan.
3. Banyak orang memilih harga karena keterbatasan anggaran; idealnya dampak lingkungan juga dipertimbangkan.
4. Zero Waste sepenuhnya sulit, tetapi pendekatan low-waste realistis jika didukung infrastruktur kota.
5. Ya, perusahaan harus bertanggung jawab melalui EPR karena mereka bisa mendesain produk yang lebih mudah didaur ulang.
6. Influencer dan media sosial sangat berpengaruh; bisa mendorong konsumsi boros atau justru gaya hidup berkelanjutan.
7. Hambatan Meatless Monday: kebiasaan makan, biaya bahan nabati, dan kurangnya ide atau resep praktis.
8. Kemungkinan besar ya; label dampak lingkungan dapat mengubah keputusan belanja karena meningkatkan kesadaran konsumen.
9. Agar sustainable living terjangkau: perlu subsidi/insentif, perbaikan rantai pasok, harga produk ramah lingkungan yang lebih murah, dan edukasi publik.
10. Harapan 10 tahun ke depan: lebih banyak produk reusable/refill, penurunan konsumsi daging, kemasan biodegradable, dan transparansi dampak lingkungan.
10 PERTANYAAN EVALUASI/UJIAN — JAWABAN SINGKAT
1. Konsumsi berkelanjutan (UNEP): penggunaan barang/jasa yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Elemen kunci: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan gaya hidup berkelanjutan.
2. Konsumsi dan produksi berkelanjutan saling membutuhkan: konsumen menurunkan permintaan produk berdampak tinggi, produsen menyediakan produk berkelanjutan. Keduanya bersama mengurangi degradasi lingkungan.
3. Tiga target SDG 12 terkait limbah:
12.4: pengelolaan bahan berbahaya secara aman
12.5: reduce, reuse, recycle
12.6: mendorong laporan praktik berkelanjutan oleh perusahaan
4. Fast fashion: emisi tinggi, polusi air, limbah tekstil.
Food waste: menghasilkan metana, boros air/lahan/energi untuk makanan yang tidak dikonsumsi.
5. Pola konsumsi:
Negara maju: konsumsi tinggi; dampak → limbah tekstil dan elektronik meningkat.
Negara berkembang: konsumsi meningkat cepat; dampak → polusi lokal dan tekanan pada sumber daya karena infrastruktur limbah lemah.
6. EPR: produsen bertanggung jawab atas produk hingga akhir masa pakainya. Penting karena mendorong desain ramah daur ulang dan mengurangi beban sampah masyarakat.
7. Refill station cukup efektif mengurangi kemasan sekali pakai jika akses, harga, dan kualitasnya baik. Hambatan: perilaku konsumen, jangkauan lokasi, dan regulasi keamanan produk.
8. Greenwashing: klaim palsu bahwa produk ramah lingkungan. Contoh: label “100% natural” tanpa bukti atau perusahaan yang hanya memperbaiki sebagian kecil produknya sementara praktik utamanya tetap merusak lingkungan.
9. Pergantian gawai cepat meningkatkan e-waste karena masa pakai pendek, desain sulit diperbaiki/daur ulang, dan tingginya permintaan teknologi baru.
10. Contoh kebijakan struktural:
EPR untuk elektronik, kemasan, dan tekstil
Insentif pajak/subsidi untuk produk reusable dan layanan refill
Regulasi wajib label dampak lingkungan pada produk
Nama: Ariz Jaya Saputra
ReplyDeleteNIM : 41624010001
Label/Kode: A06
Jawaban Pertanyaan Pemantik
1. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan konsumsi tidak bertanggung jawab di negara berkembang karena dampaknya bersifat global dan setiap negara memiliki tanggung jawab ekologis.
2. Dampak paling nyata plastik sekali pakai: penumpukan di sungai/selokan, banjir, pencemaran tanah, kerusakan habitat, dan risiko mikroplastik.
3. Harga sering menjadi prioritas, namun mempertimbangkan dampak lingkungan adalah pilihan lebih bertanggung jawab jika kondisi ekonomi memungkinkan.
4. Zero Waste ideal tetapi sulit di kota besar karena pola hidup cepat dan keterbatasan fasilitas; konsep *low waste* lebih realistis.
5. EPR penting untuk memastikan produsen bertanggung jawab dari desain hingga limbah sehingga mendorong inovasi ramah lingkungan.
6. Influencer dapat mendorong konsumsi berlebihan atau justru mempromosikan gaya hidup berkelanjutan melalui konten edukatif.
7. Meatless Monday sulit dilakukan karena kebiasaan makan, preferensi rasa, dan kurangnya alternatif nabati terjangkau.
8. Label dampak lingkungan membantu kesadaran konsumen, namun efektivitasnya bergantung pada daya beli dan kepedulian.
9. Aksesibilitas sustainable living dapat ditingkatkan lewat harga terjangkau, insentif pemerintah, infrastruktur daur ulang, dan edukasi.
10. Dalam 10 tahun, diharapkan produk reusable, konsumsi daging yang menurun, energi bersih, transportasi rendah emisi, dan produk lokal menjadi norma.
Jawaban Pertanyaan Evaluasi
1. SCP UNEP: penggunaan produk/layanan yang memenuhi kebutuhan dengan dampak minimal sepanjang siklus hidup.
Tiga elemen: efisiensi sumber daya, minimisasi emisi/limbah, peningkatan kualitas hidup.
2. Konsumsi dan produksi berkelanjutan saling menguatkan: pilihan konsumen memengaruhi praktik produksi, sementara desain produksi menentukan peluang konsumsi berkelanjutan. Keduanya kunci untuk SDG 12.
3. Target SDG 12 terkait limbah:
• 12.3 mengurangi food waste
• 12.4 pengelolaan aman bahan kimia & limbah
• 12.5 pencegahan, pengurangan, reuse, recycle
4. Fast fashion → emisi industri dan penggunaan air tinggi.
Food waste → emisi metana dan pemborosan air/energi produksi.
5. Negara maju: konsumsi tinggi → e-waste/limbah tekstil besar.
Negara berkembang: konsumsi dasar → limbah plastik menumpuk karena infrastruktur buruk.
6. EPR: produsen wajib mengelola produk pasca-pakai; penting untuk desain ramah daur ulang dan mendukung circular economy.
7. Refill station efektif mengurangi kemasan, namun bergantung pada perilaku konsumen, higienitas, dan akses distribusi.
8. Greenwashing: klaim “eco-friendly” yang menyesatkan; misalnya hanya satu komponen hijau tetapi proses produksi tetap mencemari.
9. Pergantian gawai cepat dan tingkat daur ulang rendah menyebabkan e-waste tumbuh paling pesat secara global.
10. Intervensi kebijakan: penerapan EPR, insentif untuk produk reuse/repair, dan kewajiban label lingkungan.
Shelly Anastasya M 416240011 (A11)
ReplyDelete10 Pertanyaan Pemantik (Versi Singkat)
1. Konsumsi berlebihan negara maju → pembenaran?
Tidak. Semua negara tetap wajib mengonsumsi secara bertanggung jawab.
2. Dampak nyata plastik single-use:
Menyumbat saluran air, mencemari lingkungan, dan mengancam hewan.
3. Harga vs dampak lingkungan:
Harga sering jadi prioritas, tapi dampak lingkungan tetap penting; idealnya seimbang.
4. Realistisnya Zero Waste di kota besar:
Sulit sepenuhnya, tapi mungkin dilakukan bertahap lewat kebiasaan kecil.
5. Apakah perusahaan harus EPR?
Ya, karena produsen menentukan desain dan material yang berpengaruh pada limbah.
6. Peran influencer:
Besar—bisa mendidik tentang keberlanjutan atau malah mendorong konsumsi berlebihan.
7. Kendala Meatless Monday:
Kebiasaan makan daging, kurangnya alternatif, dan anggapan kurang mengenyangkan.
8. Pengaruh label dampak lingkungan:
Ya, kemungkinan besar konsumen akan memilih produk berdampak rendah.
9. Aksesibilitas sustainable living:
Produk terjangkau, edukasi, infrastruktur daur ulang, dan insentif pemerintah.
10. Perubahan konsumsi 10 tahun ke depan:
Pengurangan plastik, peningkatan produk reusable, dan konsumsi lokal rendah emisi.
10 Pertanyaan Evaluasi / Ujian (Versi Singkat)
1. Definisi UNEP + 3 elemen:
Konsumsi sekarang tanpa mengorbankan masa depan. Elemen: efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, perubahan perilaku.
2. Hubungan C&P Berkelanjutan – SDG 12:
Konsumsi menciptakan permintaan; produksi menyediakan produk ramah lingkungan.
3. Tiga target SDG 12 soal limbah:
12.3 (food waste), 12.4 (bahan kimia berbahaya), 12.5 (3R).
4. Fast Fashion vs Food Waste:
Fast fashion: emisi & penggunaan air tinggi. Food waste: metana + pemborosan air/energi.
5. Perbandingan konsumsi negara maju/berkembang:
Maju: konsumsi tinggi → emisi besar. Berkembang: fokus kebutuhan dasar → pencemaran lokal.
6. Konsep EPR & Circular Economy:
Produsen bertanggung jawab pasca konsumsi; mendorong desain mudah daur ulang.
7. Efektivitas Refill Station:
Mengurangi kemasan, tetapi tergantung akses dan kebiasaan konsumen.
8. Greenwashing + contoh:
Klaim palsu soal ramah lingkungan. Contoh: plastik hijau disebut “eco-friendly”.
9. Mengapa gawai cepat memicu e-waste:
Siklus pakai pendek dan sulit didaur ulang → volume limbah meningkat.
10. Tiga kebijakan struktural:
Insentif produk hijau, pembatasan plastik sekali pakai, kewajiban eco-label.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete**Nama:** Ali Haidar
ReplyDelete**NIM:** 41624010003
Kode : A07
---
## **Jawaban – Pertanyaan Pemantik**
1. Tidak. Konsumsi berlebihan di negara maju tidak membenarkan perilaku tidak bertanggung jawab di negara berkembang.
2. Penumpukan sampah plastik di sungai, selokan, dan lingkungan sekitar.
3. Harga, karena keterbatasan ekonomi lebih menentukan daripada idealisme lingkungan.
4. Sulit diterapkan penuh; yang realistis adalah low waste, bukan zero waste.
5. Ya. Produsen harus bertanggung jawab atas limbah produknya (EPR).
6. Sangat berpengaruh; sering mendorong konsumsi berlebihan, tapi bisa diarahkan ke keberlanjutan.
7. Kebiasaan makan, budaya, dan anggapan tanpa daging tidak sehat.
8. Ya, jika label jelas, sederhana, dan dapat dipercaya.
9. Melalui kebijakan publik, harga terjangkau, dan akses yang merata.
10. Pengurangan plastik sekali pakai dan konsumsi berbasis kebutuhan.
---
## **Jawaban – Evaluasi/Ujian**
1. **UNEP:** Pemenuhan kebutuhan dengan dampak lingkungan minimal.
Elemen: efisiensi sumber daya, minim dampak lingkungan, keadilan antar generasi.
2. Konsumsi berkelanjutan menekan permintaan, produksi berkelanjutan memperbaiki proses; keduanya mendukung SDG 12.
3. Target SDG 12 terkait limbah: 12.3 (food waste), 12.4 (limbah berbahaya), 12.5 (daur ulang).
4. Fast fashion: emisi dan penggunaan air tinggi.
Food waste: emisi metana dan pemborosan air pangan.
5. Negara maju: konsumsi tinggi → emisi karbon.
Negara berkembang: pengelolaan limbah lemah → pencemaran lingkungan.
6. **EPR:** Tanggung jawab produsen hingga pasca-konsumsi; penting untuk circular economy.
7. Refill station mengurangi kemasan sekali pakai, efektif jika mudah diakses dan murah.
8. **Greenwashing:** Klaim ramah lingkungan palsu.
Contoh: kemasan plastik berlabel “eco-friendly” tanpa bukti.
9. Umur pakai pendek dan sulit diperbaiki membuat e-waste tumbuh cepat.
10. Pajak plastik/EPR, subsidi produk berkelanjutan, dan pelabelan dampak lingkungan.